Manusia
Keragaman Dan Kesetaraan
BAB I
Pendahuluan
A.Judul
Manusia Keragaman Dan
Kesetaraan
B.
Latar Belakang
Keragaman
atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam kehidupan di
masyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami
masyarakat dan kebudayaan di masa silam, kini dan di waktu-waktu
mendatangSebagai fakta, keragaman sering disikapi secara berbeda. Di satu sisi
diterima sebagai fakta yang dapat memperkaya kehidupan bersama, tetapi di sisi
lain dianggap sebagai faktor penyulit. Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat
yang besar, namun juga bisa menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan
masyarakat sendiri jika tidak dikelola dengan baik.Setiap manusia dilahirkan
setara, meskipun dengan keragaman identitas yang disandang. Kesetaraan
merupakan hal yang inheren yang dimiliki manusia sejak lahir. Setiap individu
memiliki hak-hak dasar yang sama yang melekat pada dirinya sejak dilahirkan
atau yang disebut dengan hak asasi manusia.Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan
dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya pranata-pranata sosial, terutama
pranata hukum, yang merupakan mekanisme kontrol yang secara ketat dan adil
mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan
nyata. Kesetaraan derajat individu melihat individu sebagai manusia yang
berderajat sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosial yang menempel
pada dirinya berdasarkan atas asal rasial, sukubangsa, kebangsawanan, atau pun
kekayaan dan kekuasaan.Di Indonesia, berbagai konflik antarsukubangsa,
antarpenganut keyakinan keagamaan, ataupun antarkelompok telah memakan korban
jiwa dan raga serta harta benda, seperti kasus Sambas, Ambon, Poso dan
Kalimantan Tengah.
Masyarakat
majemuk Indonesia belum menghasilkan tatanan kehidupan yang egalitarian dan
demokratis.Persoalan-persoalan tersebut sering muncul akibat adanya dominasi
sosial oleh suatu kelompok. Adanya dominasi sosial didasarkan pada pengamatan
bahwa semua kelompok manusia ditujukan kepada struktur dalam sistem hirarki
sosial suatu kelompok. Di dalamnya ditetapkan satu atau sejumlah kecil dominasi
dan hegemoni kelompok pada posisi teratas dan satu atau sejumlah kelompok
subordinat pada posisi paling bawah. Di antara kelompok-kelompok yang ada,
kelompok dominan dicirikan dengan kepemilikan yang lebih besar dalam pembagian
nilai-nilai sosial yang berlaku. Adanya dominasi sosial ini dapat mengakibatkan
konflik sosial yang lebih tajam.Negara-bangsa Indonesia yang terdiri dari
berbagai kelompok etnis, budaya, agama, dapat disebut sebagai masyarakat
multikultural. Berbagai keragaman masyarakat Indonesia terwadahi dalam bentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbentuk dengan karakter utama
mengakui pluralitas dan kesetaraan warga bangsa. NKRI yang mengakui keragaman
dan menghormati kesetaraan adalah pilihan terbaik untuk mengantarkan masyarakat
Indonesia pada pencapaian kemajuan peradabannya.Cita-cita yang mendasari
berdirinya NKRI yang dirumuskan para pendiri bangsa telah membekali bangsa
Indonesia dengan konsepsi normatif negara bangsa Bhinneka Tunggal Ika,
membekali hidup bangsa dalam keberagaman, kesetaraan, dan harmoni. Hal tersebut
merupakan kesepakatan bangsa yang bersifat mendasar.Konstitusi secara tegas
menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang berkesetaraan. Pasal 27
menyatakan: “Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan” adalah rujukan yang melandasi seluruh produk hukum dan ketentuan
moral yang mengikat warga negara.Keberagaman bangsa yang berkesetaraan akan
merupakan kekuatan besar bagi kemajuan dan kesejahteraan negara bangsa
Indonesia. Negara bangsa yang beragam yang tidak berkesetaraan, lebih-lebih
yang diskriminatif, akan menghadirkan kehancuran.Semangat multikulturalisme
dengan dasar kebersamaan, toleransi, dan saling pengertian merupakan proses
terus-menerus, bukan proses sekali jadi dan sesudah itu berhenti. Di sinilah
setiap komunitas masyarakat dan kebudayaan dituntut untuk belajar terus-menerus
atau belajar berkelanjutan. Proses pembelajaran semangat multikulturalisme
terus-menerus dan berkesinambungan dilakukan. Untuk itu, penting kita miliki
dan kembangkan kemampuan belajar hidup bersama dalam multikulturalisme
masyarakat dan kebudayaan Indonesia. Kemampuan belajar hidup bersama di dalam
perbedaan inilah yang mempertahankan, bahkan menyelamatkan semangat
multikulturalisme. Tanpa kemampuan belajar hidup bersama yang memadai dan
tinggi, niscaya semangat multikulturalisme akan meredup. Sebaliknya, kemampuan
belajar hidup bersama yang memadai dan tinggi akan menghidupkan dan
memfungsionalkan semangat multikulturalisme.Proses pembelajaran semangat
multikulturalisme atau kemampuan belajar hidup bersama di tengah perbedaan
dapat dibentuk, dipupuk, dan atau dikembangkan dengan kegiatan, keberanian
melakukan perantauan budaya (cultural passing over), pemahaman lintas budaya
(cross cultural understanding), dan pembelajaran lintas budaya (learning a
cross culture).
C.Rumusan Masalah
1. Keragaman dan
kesetaraan adalah hal yang saling berkaitan satu sama lain
2. Keragaman dan kesetaraan adalah sifat dasar dari manusia dan bangsa Indonesia menjadikan sebagai bingkai dasar Negara kesatuan Republik Indonesia
3. Mengetahui dan mengenali bagaimana masyarakat Indonesia mengenali dan mengelola keragaman dan kesetaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Semboyan “ Bhineka Tunggal Ika”
2. Keragaman dan kesetaraan adalah sifat dasar dari manusia dan bangsa Indonesia menjadikan sebagai bingkai dasar Negara kesatuan Republik Indonesia
3. Mengetahui dan mengenali bagaimana masyarakat Indonesia mengenali dan mengelola keragaman dan kesetaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Semboyan “ Bhineka Tunggal Ika”
D.Tujuan
1.Mengetahui
keterkaitan antara Keragaman dan kesetaraan
2. menambah pengetahuan
di Bidang Ilmu Sosial Budaya Dasar dan menambah pemahaman tentang kemajemukan
diharapkan bermanfaat bagi kita semua.
BAB II
Pembahasan
Manusia
dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep kesetaraan dan
keragaman. Konsep kesetaraan (equity) bisa dikaji dengan pendekatan formal dan
pendekatan substantif. Pada pendekatan formal kita mengkaji kesetaraan
berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku, baik berupa undang-undang,
maupuin norma, sedangkan pendekatan substantif mengkaji konsep kesetaraan
berdasarkan keluaran / output, maupun proses terjadinya kesetaraan.Konsep
kesetaraan biasanya dihubungkan dengan gender, status sosial, dan berbagai hal
lainnya yang mencirikan perbedaan-perbedaan serta persamaan-persamaan.
Sedangkan konsep keragaman merupakan hal yang wajar terjadi pada kehidupan dan
kebudayaan umat manusia. Kalau kita perhatikan lebih cermat, kebudayaan Barat
dan Timur mempunyai landasan dasar yang bertolak belakang. Kalau di Barat
budayanya bersifat antroposentris (berpusat pada manusia) sedangkan Timur, yang
diwakili oleh budaya India, Cina dan Islam, menunjukkan ciri teosentris
(berpusat pada Tuhan.Dengan demikian konsep-konsep yang lahir dari Barat
seperti demokrasi, mengandung elemen dasar serba manusia, manusia-lah yang
menjadi pusat perhatiannya. Sedangkan Timur mendasarkan segala aturan hidup,
seperti juga konsep kesetaraan dan keberagaman, berdasarkan apa yang diatur
oleh Tuhan melalui ajaran-ajarannya.
Penilaian
atas realisasi kesetaraan dan keragaman pada umat manusia, khususnya pada suatu
masyarakat, dapat dikaji dari unsur-unsur universal kebudayaan pada berbagai
periodisasi kehidupan masyarakat.Sehubungan dengan itu Negara kebangsaan
Indonesia terbentuk dengan ciri yang amat unik dan spesifik. Berbeda dengan
Jerman, Inggris, Perancis, Italia, Yunani, yang menjadi suatu negara bangsa
karena kesamaan bahasa. Atau Australia, India, Sri Lanka, Singapura, yang
menjadi satu bangsa karena kesamaan daratan. Atau Jepang, Korea, dan
negara-negara di Timur Tengah, yang menjadi satu negara karena kesamaan ras.
Indonesia menjadi satu negara bangsa meski terdiri dari banyak bahasa, etnik,
ras, dan kepulauan. Hal itu terwujud karena kesamaan sejarah masa lalu; nyaris
kesamaan wilayah selama 500 tahun Kerajaan Sriwijaya dan 300 tahun Kerajaan
Majapahit dan sama-sama 350 tahun dijajah Belanda serta 3,5 tahun oleh Jepang.
1. Mengenali dan mengelola keragaman masyarakat di
Indonesia
Tidak
ada masyarakat yang seragam. Setiap kelompok, baik di tingkat negara maupun di
tingka komunitas, dibangun atas berbagai macam identitas. Untuk dapat berfungsi
dengan baik, kelompok tersebut harus mampu mengenali dan mengelola keragaman
yang ada.Identitas dan Salient IdentitySecara mudah, identitas dapat diartikan
sebagai ciri yang melekat atau dilekatkan pada seseorang atau sekelompok orang.
Beberapa identitas, misalnya ras dan usia, cenderung bersifat given. Beberapa
lainnya lebih merupakan pilihan, seperti agama, ideologi, afiliasi politik, dan
profesi. Di samping itu, ada pula identitas yang terkait dengan pencapaian,
seperti pemenang/pecundang, kaya/miskin, pintar/bodoh.Ada kalanya, sebuah
identitas terkesan lebih mencolok atau berarti – dibanding lainnya. Sebelum
penghapusan politik Apartheid misalnya, warna kulit menjadi identitas pembeda
yang paling mencolok di Afrika Selatan. Pasca tragedi WTC, identitas
Muslim/nonMuslim yang sebelumnya tidak terlalu mendapat perhatian menjadi
penting bagi masyarakat Amerika Serikat.Identitas agama dan etnisitas biasanya
mendapatkan perhatian lebih. Bisa jadi, ini karena keduanya dianggap lebih
rawan konflik dibandingkan identitas lain. Padahal, keragaman status social
(kaya/miskin, ningrat/jelata, berpendidikan/tidak berpendidikan), kondisi fisik(sehat/sakit/diffable/butawarna),
fungsi dan profesi (produsen/konsumen, guru/siswa, dokter/pasien), jenis
kelamin, usia, afiliasi politik, ideologi, gaya hidup (moderat/militan), dan
lain sebagainya juga perlu dikelola. Hal ini bukan semata untuk mengurangi
potensi konflik, melainkan juga untuk memungkinkan pelayanan (publik) yang
prima dan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa. Sayang, slogan-slogan seperti
Berbeda itu Indah, Bhinneka Tunggal Ika dan Unity in Diversity lebih ditujukan
untuk mengelola keragaman agama dan etnisitas semata.
Jumlah
struktur dan identitas dominan
Does number count? Apakah jumlah berpengaruh? Pertanyaan ini penting dijawab ketika mengelola keragaman. Ada kalanya, ketidakselarasan hubungan sangat terkait dengan ketimpangan jumlah (mayoritas-minoritas). Namun, ketidakselarasan juga dapat timbul dari ketimpangan yang sifatnya lebih struktural seperti ketimpangan kekuasaan, sumber daya, pengaruh, keahlian, dan sebagainya.
Does number count? Apakah jumlah berpengaruh? Pertanyaan ini penting dijawab ketika mengelola keragaman. Ada kalanya, ketidakselarasan hubungan sangat terkait dengan ketimpangan jumlah (mayoritas-minoritas). Namun, ketidakselarasan juga dapat timbul dari ketimpangan yang sifatnya lebih struktural seperti ketimpangan kekuasaan, sumber daya, pengaruh, keahlian, dan sebagainya.
Ketidakpekaan terhadap komposisi
mayoritas-minoritas serta ketimpangan struktural berperluang memunculkan masalah.Beberapa
diantaranya adalah :
Tirani
mayoritas
Dalam kelompok yang
komposisi mayoritas-minoritasnya mencolok, mekanisme-mekanisme pengambilan
keputusan yang menekankan pada jumlah (sepert imisalnya voting) perlu dihindari
karena cenderung melimpahkan kekuasaan pada mayoritas saja. Jika hubungan
mayoritas-minoritas tidak kondusif, kekuasaan yang terpusat pada mayoritas
dapat disalahgunakan. Salah satu contoh tirani mayoritas adalah ketika
mayoritas kulit putih Amerika Serikat di awal abad 20 memilih disahkannya
undang-undang segregasi berdasar warna kulit – akibatnya, orang kulit hitam
hanya boleh duduk di bagian belakang bus, hanya boleh menggunakan kamar mandi
khusus kulit hitam, hanya boleh menghadiri gereja dan sekolah kulit hitam, dll.
Ketidakterwakilan
Ada
banyak hal yang menyebabkan ketidakterwakilan. Di antaranya adalah keberadaan
minoritas atau kaum lemah yang “tidak nampak”, sehingga mereka tidak dilibatkan
dalam pengambilan keputusan, atau aspirasi mereka tidak dianggap penting. Rapat
desa misalnya, biasanya hanya mengundang laki-laki dewasa. Contoh lain adalah
pengambilan keputusan di lingkungan kampus atau asrama yang tidak
dikonsultasikan dengan mahasiswa atau penghuni asrama. Sistem dan sarana
(publik) yang tidak ramah guna Umumnya, proses merancang sistem dan sarana
(publik) hanya disesuaikan dengan kebutuhan mayoritas atau kaum kuat. Hal ini dapat
dilihat dari loket pelayanan, letak telfon di box telfon umum, serta lubang
kotak pos yang terlalu tinggi untuk jangkauan anak-anak atau pengguna kursi
roda.
Mengelola
Keragaman
Ada banyak cara mengelola keragaman antara lain dapat dilakukan dengan:
• Untuk mendekonstruksi stereotip dan prasangka terhadap identitas lain
• Untuk mengenal dan berteman dengan sebanyak mungkin orang dengan identitas yang berbeda – bukan sebatas kenal nama dan wajah, tetapi mengenali latar belakang, karakter, ekspektasi, dll, makan bersama, saling berkunjung, dll
• Untuk mengembangkan ikatan-ikatan (pertemanan, bisnis, organisasi, asosiasi, dll) yang bersifat inklusif dan lintas identitas, bukan yang bersifat eksklusif
• Untuk mempelajari ritual dan falsafah identitas lain
Ada banyak cara mengelola keragaman antara lain dapat dilakukan dengan:
• Untuk mendekonstruksi stereotip dan prasangka terhadap identitas lain
• Untuk mengenal dan berteman dengan sebanyak mungkin orang dengan identitas yang berbeda – bukan sebatas kenal nama dan wajah, tetapi mengenali latar belakang, karakter, ekspektasi, dll, makan bersama, saling berkunjung, dll
• Untuk mengembangkan ikatan-ikatan (pertemanan, bisnis, organisasi, asosiasi, dll) yang bersifat inklusif dan lintas identitas, bukan yang bersifat eksklusif
• Untuk mempelajari ritual dan falsafah identitas lain
2.Memahami
Masyarakat Multikultural
Pemahaman terhadap multikulturalisme sendiri sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari pengertian kebudayaan. Karena kata kebudayaan itulah, yang menjadi kunci pemahaman konsep multikulturalisme.Kebudayaan merupakan sekumpulan nilai moral untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaan. Multikulturalisme adalah sebuah paham yang mengakui adanya perbedaan dalam kesetaraan, baik secara individual maupun kelompok dalam kerangka kebudayaan. Heterogenitas kekayaan budaya negara-bangsa Indonesia selama ini terekatkan dalam sesanti Bhinneka Tunggal Ika. Dengan kata lain, kekayaan budaya dapat bertindak sebagai faktor pemersatu, yang sifatnya majemuk dan dinamis. Tidak ada kebudayaan Indonesia, bila bukan terbentuk dari kebudayaan masyarakat yang lebih kecil.Sebagai sebuah konsep, multikulturalisme menjadi dasar bagi tumbuhnya masyarakat sipil yang demokratis demi terwujudnya keteraturan sosial. Sehingga, bisa menjamin rasa aman bagi masyarakat dan kelancaran tata kehidupan masyarakat.Melihat kemajemukan Indonesia yang begitu luasnya – terdiri dari sedikitnya 500 suku bangsa, maka multikulturalisme hendaknya tidak hanya sekadar retorika, tetapi harus diperjuangkan sebagai landasan bagi tumbuh dan tegaknya proses demokrasi, pengakuan hak asasi manusia, dan akhirnya bermuara pada kesejahteraan masyarakat. Upaya itu harus dilakukan jika melihat berbagai konflik yang terjadi di sejumlah daerah di tanah air, beberapa waktu lalu. Konflik itu mengindikasikan belum tuntasnya pembentukan masyarakat multikultural di Indonesia. Munculnya konflik antarsuku, misalnya, menunjukkan belum dipahaminya prinsip multikulturalisme yang mengakui perbedaan dalam kesetaraan. Penanaman nilai-nilai kesetaraan dalam perbedaan itulah yang senantiasa dilakukan secara aktif baik oleh tokoh masyarakat, tokoh partai, maupun lembaga swadaya masyarakat. Dengan demikian, pemahaman bahwa bangsa Indonesia merupakan masyarakat yang terdiri dari beragam kebudayaan harus menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Kesetaraan setiap warga masyarakat dan dijaminnya hak masyarakat tradisional merupakan unsur dasar dari prinsip demokrasi, yang terkandung pengakuan terhadap kesetaraan dan toleransi terhadap perbedaan dalam kemajemukan.
Pemahaman terhadap multikulturalisme sendiri sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari pengertian kebudayaan. Karena kata kebudayaan itulah, yang menjadi kunci pemahaman konsep multikulturalisme.Kebudayaan merupakan sekumpulan nilai moral untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaan. Multikulturalisme adalah sebuah paham yang mengakui adanya perbedaan dalam kesetaraan, baik secara individual maupun kelompok dalam kerangka kebudayaan. Heterogenitas kekayaan budaya negara-bangsa Indonesia selama ini terekatkan dalam sesanti Bhinneka Tunggal Ika. Dengan kata lain, kekayaan budaya dapat bertindak sebagai faktor pemersatu, yang sifatnya majemuk dan dinamis. Tidak ada kebudayaan Indonesia, bila bukan terbentuk dari kebudayaan masyarakat yang lebih kecil.Sebagai sebuah konsep, multikulturalisme menjadi dasar bagi tumbuhnya masyarakat sipil yang demokratis demi terwujudnya keteraturan sosial. Sehingga, bisa menjamin rasa aman bagi masyarakat dan kelancaran tata kehidupan masyarakat.Melihat kemajemukan Indonesia yang begitu luasnya – terdiri dari sedikitnya 500 suku bangsa, maka multikulturalisme hendaknya tidak hanya sekadar retorika, tetapi harus diperjuangkan sebagai landasan bagi tumbuh dan tegaknya proses demokrasi, pengakuan hak asasi manusia, dan akhirnya bermuara pada kesejahteraan masyarakat. Upaya itu harus dilakukan jika melihat berbagai konflik yang terjadi di sejumlah daerah di tanah air, beberapa waktu lalu. Konflik itu mengindikasikan belum tuntasnya pembentukan masyarakat multikultural di Indonesia. Munculnya konflik antarsuku, misalnya, menunjukkan belum dipahaminya prinsip multikulturalisme yang mengakui perbedaan dalam kesetaraan. Penanaman nilai-nilai kesetaraan dalam perbedaan itulah yang senantiasa dilakukan secara aktif baik oleh tokoh masyarakat, tokoh partai, maupun lembaga swadaya masyarakat. Dengan demikian, pemahaman bahwa bangsa Indonesia merupakan masyarakat yang terdiri dari beragam kebudayaan harus menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Kesetaraan setiap warga masyarakat dan dijaminnya hak masyarakat tradisional merupakan unsur dasar dari prinsip demokrasi, yang terkandung pengakuan terhadap kesetaraan dan toleransi terhadap perbedaan dalam kemajemukan.
3.Kesetaraan Dalam Kehidupan
masyarakat
Tuntutan
kesetaraan mungkin belum beberapa abad terakhir ini di mulai oleh manusia.
Tentunya seruan dengan suara kecil malah yang hampir tidak terdengar, pada
ribuan tahun yang lalu sudah ada. Tingkatannya rakyat jelata, tetapi
berkeinginan agar menjadi sepadan dengan para bangsawan, dengan para orang kaya
serta berkuasa bahkan menjadi anggota kalangan Sang Baginda Raja. Kalau kita
mau memikirkan masak-masak keinginan untuk setara itu, biasanya dan selalu
datang dari pihak yang kurang beruntung untuk menyamai kaum yang sedang atau
sudah beruntung.Sudah adakah yang sebaliknya? Mungkin saja pernah ada dan
contohnya bisa kita ambil misalnya saja seorang raja yang ingin hidup seperti
rakyat biasa, seorang pemimpin atau khalifah yang amat merakyat. Mungkin yang
dijalani oleh Siddharta Gautama Budha adalah seperti itu, seorang yang
dilahirkan sebagai anak seorang raja Suddhodana yang memimpin bangsa Shakya.
Daerah kekuasaan sang Raja Suddhodana, terletak di daerah yang pada jaman
sekarang dikenal dengan nama Negara Nepal. Presiden Iran Achmad Dinejad adalah
contoh lain yang paling mengena. Seorang penguasa seperti dia, masih hidup
dirumahnya yang kecil sejak dia masih dosen, tidur bukan diatas tempat tidur, tetapi
diatas kasur yang digelar dilantai, kalau bersembahyang di dalam masjid, dia
duduk dimana saja, ditengah jemaah lain, tidak menuju ke saf paling depan
seperti Presiden Indonesia, yang selalu begitu.Kalau sekarang ini ada yang
meneriakkan kesetaraan mungkin sekali adalah karena jurang yang memisahkan kaum
yang merasa dirinya tidak setara dengan kaum yang ingin disetarai, semakin
curam dan semakin lebar saja. Kesetaran ini tidak akan muncul dan berkembang
dalam susunan masyarakat yang didirikan di atas paham dominasi dan kekuasaan
satu kelompok terhadap kelompok yang lain.Republik kita yang sudah berumur tua
untuk ukuran manusia, 62 tahun saja tidak ada keadilan dalam kehidupan
berbangsa. Keadaan adil dan makmur yang menjadi idaman seluruh rakyat Indonesia
tidak pernah datang sampai sekarang dan kemungkina besar juga di masa yang akan
depan nanti. Untuk mencapai kesetaraan itu sebaiknya dengan cara menaikkan
derajat, peringkat, kondisi serta kemampuan setiap perorangan ketingkat yang
diingininya, dengan upaya sendiri-sendiri untuk tahap awal. Ini adalah
satu-satunya jalan. Jangan mengajak teman sejawat terlebih dahulu hanya untuk
membentuk massa-mass forming. Mass forming seperti ini akan menjadi solid-utuh
kalau para pembentuknya memang mempunyai peringkat yang setara dan sepadan.
Kalau isi para pembentuknya tidak sama kemampuannya, visinya dan tugasnya, maka
massa yang terbentuk akan tidak utuh serta mudah tercerai-berai. Yang memilukan
adalah bahwa setiap orang yang mempunyai ambisi untuk menggerakan massa untuk
mencapai kesetaraan, kurang mengamati sekelilingnya sendiri.Dengan identitas
pluralis dan multikulturalis itu bangunan interaksi dan relasi antara manusia
Indonesia akan bersifat setara. Paham kesetaraan akan menandai cara berpikir
dan perilaku bangsa Indonesia, apabila setiap orang Indonesia berdiri di atas
realitas bangsanya yang plural dan multikultural itu. Identitas kesetaran ini
tidak akan muncul dan berkembang dalam susunan masyarakat yang didirikan di
atas paham dominasi dan kekuasaan satu kelompok terhadap kelompok yang lain.
Kesetaraan merupakan identitas nasional Indonesia.
BAB III
Penutup
1.KESIMPULAN
Di
tengah arus reformasi dewasa ini, agar selamat mencapai Indonesia Baru, maka
idiom yang harus lebih diingat-ingat dan dijadikan landasan kebijakan mestinya
harus berbasis pada konsep Bhinneka Tunggal Ika. Artinya, sekali pun berada
dalam satu kesatuan, tidak boleh dilupakan, bahwa sesungguhnya bangsa ini
berbeda-beda dalam suatu Keragaman. Kesetaraan bisa di wujudkan dengan
pemerataan pembangunan di seluruh wilayah NKRI dan juga keadilan di dalam
bidang hukum ( bahwa semua sama di di hadapan hukum ). Namun, jangan sampai
kita salah langkah, yang bisa berakibat yang sebaliknya: sebuah konflik yang berkepanjangan. Oleh
karena itu Keragaman dan Kesetaraan harus di tanamkan sejak dini kepada
generasi muda penerus bangsa.
2.SARAN
Sebagai
makhluk individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu organisasi / kelompok
manusia harus memiliki kesadaran diri terhadap realita yang berkembang di
tengah masyarakat sehingga dapat menghindari masalah yang berpokok pangkal dari
keragaman dan keserataan sebagai sifat dasar manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
1.Siswono
Yudo Husodo. 2009. Pancasila dan keberlanjutan NKRI
( http://www.liveconector.com , dikutip tanggal 19 Oktober 2009 )
2.Ilmu Sosial Budaya Dasar
( http://yudihartono.wordpress.com/ )
3.M Zaid Wahyudi. 2009. Jadikan Toleransi sebagai Modal. Artikel-artikel
Islam ( http://ajaranislam.com, dikutip tanggal 20 Oktober 2009 )
2009. Mengenali dan Mengelola Keragaman
4.( http://pdfdatabase.com, dikutip tanggal 20 Oktober 2009 )
Agung mulyana. “Memahami Masyarakat Multikultural”, Suara Karya,
30 November 2006
5.Ignatius Yunanto. 2008. Multikulturalisme sebuah perjuangan panjang bangsa
Indonesia. ( http://joenanto.multyply.com, diakses tanggal 20 Oktober 2009)
6.Rujito. 2009. Identitas Nasional Indonesia
( http://maharsi-rujito.blogspot.com, diakses tanggal 23 Oktober 2009 )
( http://www.liveconector.com , dikutip tanggal 19 Oktober 2009 )
2.Ilmu Sosial Budaya Dasar
( http://yudihartono.wordpress.com/ )
3.M Zaid Wahyudi. 2009. Jadikan Toleransi sebagai Modal. Artikel-artikel
Islam ( http://ajaranislam.com, dikutip tanggal 20 Oktober 2009 )
2009. Mengenali dan Mengelola Keragaman
4.( http://pdfdatabase.com, dikutip tanggal 20 Oktober 2009 )
Agung mulyana. “Memahami Masyarakat Multikultural”, Suara Karya,
30 November 2006
5.Ignatius Yunanto. 2008. Multikulturalisme sebuah perjuangan panjang bangsa
Indonesia. ( http://joenanto.multyply.com, diakses tanggal 20 Oktober 2009)
6.Rujito. 2009. Identitas Nasional Indonesia
( http://maharsi-rujito.blogspot.com, diakses tanggal 23 Oktober 2009 )
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “MANUSIA KERAGAMAN DAN KESETARAAN ”
Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian Keragaman danb Kesetaraan atau yang lebih khususnya membahas manusia sebagai makhuk keragaman dan kesetaraan, faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Manusia keragaman dan kesetaraan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Mataram 22
September, 2012
Penyusun
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Judul
B. Latar
Belakang
C.
Rumusan Masalah
D. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar